Menempuh pendidikan bisa didapat darimana
saja dan tidak hanya tergantung dari metode sekolah yang selama ini dikenal. Di
kalangan masyarakat perkotaan khususnya, program homeschooling bukanlah satu hal yang asing lagi. Ada beberapa
alasan yang menyertainya seperti kurang puasnya para orang tua terhadap
struktur pembelajaran yang terkesan terlalu berat bagi anak hingga tindakan preventif terhadap perkembangan jiwa.
Tentu saja, hal ini sah-sah saja dilakukan
sepanjang mereka mengetahui secara pasti tentang jalur yang dipilih mengingat
masih banyak kendala yang harus dihadapi. Salah satunya adalah sulitnya menjembatani
budaya belajar antara pendidikan formal di sekolah dan pendidikan non-formal di
rumah. Selain itu, karena masih baru, sistem pendidikan ini belum diterima oleh
semua pihak, terutama lembaga pendidikan tinggi, dan dunia kerja.
Homeschooling
dan kurangnya iklim kompetisi
Kesan remeh memang terus menguntit perjalanan
program homeschooling sejak
diluncurkan. Salah satunya adalah tidak terciptanya budaya bersaing, seperti
halnya ketika siswa belajar di kelas. Persaingan antar teman sekelas (untuk
menjadi nomor satu) merupakan tantangan tersendiri, dan dapat memicu anak untuk
lebih giat belajar. Sementara itu, dengan pendidikan berbasis rumah, siswa
tidak memiliki saingan. Hal ini kerap kali mematikan
semangat belajar anak, karena tidak adanya motif untuk menjadi yang
terdepan.
Homeschooling
dan penerimaan masyarakat
Salah satu tantangan kultural yang dihadapi homeschooling adalah penerimaan oleh masyarakat
sekitar. Tidak bisa dipungkiri, selama ini anak-anak yang belajar di rumah
cenderung dinilai sebagai anak-anak yang Drop Out karena tidak bisa belajar
layaknya anak-anak lain. Image seperti
ini dapat melunturkan semangat anak untuk belajar, karena mereka sering
mendapat sindiran halus saat berinteraksi atau bermain bersama teman-temannya.
Peran
orang tua yang berlebihan
Orang tua memainkan peran penting terhadap
proses belajar anak. Sayangnya, hal ini terkadang dapat menjadi tekanan
tersendiri bagi anak. Karena belajar di rumah, anak sering merasa
‘terintimidasi’ dan terus berada di bawah bayang-bayang pengawasan orang tua.
Akibatnya, kemandirian dan kreativitas anak menjadi tertekan. Anak takut berbuat
salah; dan tidak berani mengungkapkan pendapatnya.
Jadi, saat memutuskan
untuk memasukkan anak mengikuti program homeschooling,
maka tugas pertama orang tua adalah mengenali motif sesungguhnya dari program
ini. Jangan pernah memaksakan kehendak sendiri meski di mata orang tua terkesan
bagus namun si kecil enggan untuk melakukannya. Hal ini bertujuan agar program
yang dipilih dapat memberikan hasil sesuai dengan yang diharapkan.
sumber foto: http://www.freedigitalphotos.net/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar